TOKOH- TOKOH FIQH DI INDONESIA. BAB 1. PENDAHULUAN. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Sejak periode awal sejarah perkembangan Islam, perilaku kehidupan kaum muslimin dalam keseluruhan aspeknya diatur oleh hukum Islam. Hukum Islam mampu memenuhi kebutuhan perkembangan masyarakat karena ia terdiri
Daftar Isi Profil KH. Muhammad Sa’id Gedongan1. Kelahiran2. Keluarga3. Mendirikan Pesantren4. Murid-Murid5. Awal Kedatangan di Gedongan6. Hubungan Pesantren Gedongan dengan Pesantren LainnyaKelahiranKH. Muhamad Sa’id atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Sa’id dilahirkan di Desa Pesawahan Sindanglaut Cirebon sekitar tahun 1800 an, belum ada yang mengetahui secara pasti tanggal, dan tahun beliau Muhamad Sa’id melepas masa lajanganya dengan menikahi Nyai Hj. MaemunahMendirikan PesantrenSebelum kepergiannya ke Gedongan Kiai Sa’id terlebih dahulu bermusyawarah dan memohon ijin kepada Sultan Kasepuhan Cirebon, karena tanah yang akan dijadikan tempat pengasingannya adalah milik ayahanda Kiai Sa’id atas pemberian Sultan. Sebagai kerabat keraton, Kiai Sa’id diizinkan menempati tanah hutan untuk tempat pengasingannya sinilah secara bertahap kepala keluarga dan bangunan rumah keluarga semakin bertambah, sehigga membentuk sebuah komunitas sosial dalam sebuah pedukuhan yang belakangan bernama pedukuhan Gedongan. Pesantren yang diasuh Kiai Sa’id pun menjadi masyhur dengan sebutan Pesantren murid-murid Kiai Sa’id berjumlah banyak, akan tetapi hanya beberapa saja yang tercatat dalam memori dan sejarah Pesantren Gedongan. Diantaranya adalah1. KH. Jauhari Mashur yang dijuluki Kiai Ijo, menetap di Pondok Pesantren Gedongan dengan tujuan mengaji kepada Kiai Muhammad Sa’id. Murid ini juga pernah mengaji kepada Kiai Sa’id dengan berjalan kaki selama 41 hari dari desa kelahirannya di daerah Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon, atas perintah Kiai Sa’id Kiai Ijo juga pernah menjalani perintah gurunya itu untuk tidak batal wudhu setiap hari dan tidak mengedipkan kedua matanya selam 41 KH. Siroj yang berasal dari Karangwareng Kecamatan Karang Sembung Kabupaten Cirebon. Murid yang berasal dari keluarga kaya ini mengaji di Pondok Pesantren Gedongan hingga putera terakhir Kiai Sa’id yang bernama Kiai Siroj masuk ke pelaminan. Bahkan pada acara pernikahan Kiai Siroj dengan puteri keturunan keraton Solo yang bernama Nyimas Fatimah Azzahro Kiai Siroj bersama Kiai Munawir yang sengaja datang dari Krapyak Jogjakarta ikut mengantar pengantin ke Solo. Sebelum wafat Kiai Siroj berpesan kepada para putera dan puterinya agar tidak memutuskan tali hubungan dengan para putera dan cucu Kiai Sa’id. Sehingga sampai saat ini hubunga keluarga Haji Siroj Karangwareng dengan keluarga Kiai Sa’id tetap terjalin dan terjaga dengan KH. Amin berasal dari desa yang sekarang bernama Kalimukti Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon. Murid Kiai Sa’id ini adalah orang yang senantiasa mendampingi Kiai Sa’id pergi dengan mengemudi dokar. Supir pribadi Kiai Sa’id ini adalah ayah kandung Kiai Mahrus Amin pengasuh Pondok Pesantren Darunnajah Kebayoran Lama Jakarta dan Pendiri Pesantren Madinnatunnajah yang tersebar di banyak daerah khususnya di Jawa Barat KH. Suchaimi, pendiri Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Kabupaten Brebes. Santri Kiai Sa’id ini bersama mertuanya yang bernama Kiai Ambari dan saudaranya yang bernama Kiai Manshur setiap tahun selalu menyedekahkan sebagian dari hasil sawahnya kepada Kiai Sa’id. Padi diangkut dengan pedati kedua kuda dari Brebes menuju Gedongan. Hal ini berlangsung hingga periode Kiai Siroj putera bungsu Kiai Sa’id, menjadi sesepuh Pondok Pesantren Gedongan kini Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi menjadi salah satu pesantren yang dikenal di daerah Brebes dan sekitarnya dan memiliki santri cukup banyak. Pengasuhnya sekarang adalah para anak cucu Kiai Suchaimi dan Kiai Manshur antara lain Kiai Subhan Ma’mun dan Kiai Kholil Kedatangan di GedonganKedatangan Kiai Sai’d ke Gedongan untuk kemudian membangun pesantren di tempat itu beragam versi, ada yang menyatakan menghindari kejaran Belanda karena beliau terlibat dalam pemberontakan yang digagas Bagus Rangin dan Kesultanan Cirebon, adapula yang berpendapat beliau datang ke Gedongan semata-mata hanya untuk uzlah dan menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon yang dituturkan dari para Kiai di Gedongan menyebutkan bahwa kedatangan Kiai Sa’id ke Gedongan disertai istrinya Nyai Hj. Maemunah dan sejumlah santri ayahnya dan calon santri yang berminat mengaji kepada Kiai Sa’id ikut serta dalam pengasingan itu, jumlahnya 24 orang ditambah seorang pembantu laki-laki bernama Ngarpin dan pembantu perempuan bernama Kamal yang keduanya masih berusia Pesantren Gedongan dengan Pesantren LainnyaPondok Pesantren Gedongan termasuk pondok pesantren tertua di Cirebon dan memiliki hubungan erat dengan pesantren lainnya, hubungan kekerabatan itu dimiliki melalui jalur pernikahan kakak kandung Kiai Sa’id yaitu Ny. Maesaroh diperistri oleh Kiai Sholeh pendiri Pondok Pesantren Benda Kerep, sementara itu hubungan dengan buntet diperoleh melalui jalur isterinya Kiai Sa’id yaitu Ny. Maemunah yang merupakan kakak kandung Kiai Abas Buntet sejarah pesantren, ketiga pesantren yang masih memiliki hubungan kerabat ini ketika akan diserang Belanda sempat membuat bingung sang penjajah. Pondok Pesantren Gedongan tampak seperti lautan dan Pondok Pesantren Buntet tampak seperti tumpukan hubungan kekerabatan dengan dua pesantren tersebut, Pondok Pesantren Gedongan juga memiliki hubungan dengan sejumlah pesantren lain yang terjalin melalui jalur pernikahan antara anak-cucu Kiai Sa’id dengan anak-cucu tokoh-tokoh pendiri pesantren lain dan tinggal di luar Pondok Pesantren Gedongan. Sebagian dari mereka adalahKiai Nachrowi yang merupakan putera kedua Kiai Sa’id menikah dengan Ny. Humairoh puteri Kiai Sholeh Pondok Pesantren Benda Maksum Siraj dan Kiai Aqil Siraj cucu Kiai Sa’id, yang menikah dengan Ny. Rubai’ah dan Ny. Afifah puteri Kiai Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek Mahrus Ali menikah dengan Ny. Zainab puteri Kiai Abdul Karim pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
MbahSaid duduk tercenung di ruang tamu. Pesantren Gedongan Cirebon yang didirikan dan diasuhnya baru saja menuntaskan masa-masa liburan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ia mungkin merasa prihatin. Beberapa santri yang berasal dari berbagai kota di Jawa harus menempuh perjalanan berbulan-bulan untuk kembali ke pesantren.
Biografi dan Latar Belakang Pendidikan Rahmah adalah anak bungsu dari pasangan Muhammad Yunus Al-Khalidiyah dan Rafiah yang memiliki dua kakak perempuan dan dua kalak laki-laki. Keluarga ini penganut Islam yang taat. Yunus adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun. la bekerja sebagai kadi Hakim di Pandai Sikek, 5 km dari Padang Panjang. Sedangkan ibunya, Rafiah, punya hubungan darah dengan Haji Miskin, ulama, pemimpin Perang Padri pada awal abad ke-19. Ketika berusia enam tahun, Rahmah ditinggal wafat ayahnya pada usia 60 tahun. Sehingga untuk tetap mendapatkan pendidikan, keluarganya memilihkan salah seorang murid ayahnya sebagai guru mengaji Rahmah bersama dua kakaknya yang pernah belajar di sekolah desa dan mengajarkan Rahmah baca tulis Arab dan Latin. Menginjak usia 10 tahun, Rähmah sudah gemar mendengarkan kajian yang diadakan di beberapa surau. la mengambil perbandingan dari kajian yang diikutinya, berpindah-pindah ke berbagai surau yang ada di Padang Panjang. Rahmah dan beberapa temannya juga mempelajari fiqih lebih dalam kepada Abdul Karim Amrullah ayah Buya Hamka di Surau Jambatan Basi. Mereka tercatat sebagai murid perempuan pertama yang ikut belajar di Surau Jambatan Basi, sebagaimana dicatat oleh Hamka. Hamka dalam Ayahku Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera 1982 menggambarkan sosok Rahmah El Yunusiyah sebagai perempuan muslim revolusioner dan pantang menyerah. Rahmah biasanya tak sendirian. Ia kerap datang bersama tiga sahabatnya, yakni Rasuna Said, Siti Nansiah, dan Djawana Basyir. Di antara mereka berempat, ia tampak sebagai pemimpinnya. “Boleh dikatakan bahwa sebelum itu, belumlah ada kaum perempuan yang belajar agama, nahwu-sharaf, fiqih, dan ushul-nya, Sebelum itu, kaum perempuan baru belajar dalam pengajian umum,” demikian tulis Hamka. Konsistensi Rahmah dalam Menutup Aurat Sepanjang hidupnya, Rahmah menampilkan dirinya dengan pakaian baju kurung dan mudawarah. Anggota Konstituante Zamzami Kimin menulis bagaimana Rahmah memberi perumpamaan menutup aurat dengan membandingkan dua orang berjualan di tepi jalan raya. Penjual yang satu membiarkan jualannya terbuka sementara yang satu lagi menutupi jualannya dengan rapi, takut dihinggapi debu yang beterbangan. “Kalau sekiranya saudara ingin membeli jualan itu yang manakah yang akan saudara beli,” tulis Zamzami menirukan ucapan Rahmah. Selain itu, Rahmah telah menampilkan ciri khas anak-anak putri dengan pakaian khas diniyah, kerudung putih yang mereka lilitkan di kepala, baik di ruangan kelas maupun di halaman sekolah. “Bila masyarakat melihat gadis atau wanita memakai mudawarah, baju kurung membalut tubuh, sehingga yang kelihatan hanya tangan, muka, dan kaki, maka dengan spontan mereka menyebut, itulah dia murid-murid Rahmah El Yunusiyah,” tulis Zamzami. Berdirinya Madrasah Perempuan Pertama di Nusantara Pada tanggal 1 November 1923, sejarah mencatat berdirinya perguruan untuk perempuan Islam pertama di Indonesia yakni Madrasah Diniyah Puteri al-Madrasah ad-Diniyyah lil Banat di Padang Panjang, Sumatra Barat. Tujuan pendidikan Diniyah Puteri yang la kembangkan adalah, “Membentuk putri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air atas dasar pengabdian kepada Allah Swt.” Dua teman Rahmah, Siti Nansiah dan Djawana Basyir, termasuk guru terawal. Sementara Rahmah merangkap sebagai guru dan pimpinan. Mulanya ada 71 orang murid yang kebanyakan ibu muda. Pelajaran diberikan selama 2,5 jam meliputi dasar pengetahuan agama, gramatika bahasa Arab, dan ilmu alat. Sekolah Diniyah Puteri berkembang pesat, jumlah muridnya pun makin lama kian bertambah banyak. Tercatat, pada tahun 1928 Diniyah Puteri memiliki sedikitnya 200 murid. Pada 1925, Rahmah menyewa rumah bertingkat dua di Pasar Usang untuk dijadikan ruangan kelas dan asrama Diniyah Puteri. Ia mengupayakan sendiri mencari perlengkapan seperti bangku, meja, dan papan tulis. Sedikitnya 60 orang murid menempati asrama pada tahun pertama. Selain Diniyah Puteri, Rahmah membuka program pemberantasan buta huruf untuk kalangan ibu-ibu yang lebih tua pada 1926 setelah melihat kebanyakan mereka tak sempat mengenyam pendidikan formal. Kegiatan itu diikuti oleh 125 orang peserta. Pada awal 1926, karena kapasitas asrama yang disediakan di tingkat dua gedung tak mencukupi, pembangunan gedung baru mulai dilakukan secara gotong royong. Dalarn buku Peringatan 55 Tahun Diniyah Puteri dicatat, para murid Diniyah Puteri bersama-sama pelajar dari Diniyah School dan Thawalib mengangkat batu dari sungal yang berjarak 2,5 kilometer dari sekolah untuk membangun fondasi gedung. Sayangnya, ketika Diniyah Puteri baru berumur tiga tahun, ujian berat datang mendera. Ini sekaligus untuk melihat bagaimana sikap dan komitmen Rahmah terhadap gagasan dan cita-citanya. Ujian itu adalah pada 28 Juni 1926 gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Padang Panjang, meruntuhkan gedung lama beserta fondas gedung baru yang sedang dibangun. Siti Nanisah, salah seorang guru, wafat karena tertimpa runtuhan bangunan. Gempa ini tercatat sebagai gempa cukup dahsyat melanda Padang Panjang dan sekitarnya. Gempa bumi mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar Diniyah Puteri berhenti. Gedung dan peralatan mengajar hancur. Bersama separuh penduduk Padang Panjang, seluruh murid Diniyah Puteri mengungsi keluar kota. Rahmah menyaksikan orang-orang meninggalkan Padang Panjang mengungsi ke daerah sekitar yang lebih aman. Praktis kegiatan belajar mengajar terganggu. Dua tahun pasca-gempa, Allah memberikan hikmah yang luar biasa. Perkembangan Diniyah Puteri mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tercatat muridnya sudah mencapal 200 orang Jumlah itu, sebagaimana dicatat oleh Dellar Noer, bertambah menjadi 300 pada 1933 dan 400 pada 1935. Untuk mengembangkan pengetahuannya tentang kurikulum sekolah, Rahmah melakukan studi banding melalui kunjungan sekolah ke Sumatra dan Jawa 1931. Selanjutnya ia juga mendirikan Freubel School Taman Kanak-kanak, Junior School setingkat HIS. Sekolah Diniyah Puteri sendiri diselenggarakan selama 7 tahun secara berjenjang dari tingkat ibtidaiyah 4 tahun sampai tsanawiyah 3 tahun. Pada tahun 1937 berdiri program Kulliyyatul Mu’allimat al Islamiyyah 3 tahun yang diperuntukkan bagi calon guru. Perempuan Agamis Yang Nasionalis Pernah suatu ketika pemerintah kolonial hendak menawarkan subsidi pada lembaga yang didirikan Rahmah, akan tetapi dengan tegas dan berani, dia menolaknya. Keputusan ini diambilnya karena ia tidak ingin menjadi bawahan penjajah dan terikat pada aturan mereka. Rahmah sangat membenci penjajahan dan la adalah nasionalis sejati. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam berbagai aktivitas memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sampai hari ini Diniyah Puteri telah melahirkan ribuan perempuan yang pintar sekaligus membuktikan jika dalam urusan belajar, laki- laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Kiprah Rahmah di jalur pendidikan membuatnya mendapat perhatian luas. Ketika pemerintah kolonial berencana memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar yang akan mengakibatkan sekolah tak berizin dari pemerintah kolonial ditutup, Rahmah memimpin panita penolakan di Padang Panjang pada 1933. Dia dituduh membicarakan politik sehingga membuatnya didenda 100 gulden oleh pengadilan. Pada tahun yang sama, Belanda melalui Politieke Inlichtingen Dienst menggeledah Diniyah Puteri. Tiga orang guru Diniyah Puteri Kanin RAS, Chasjiah dan Siti Adam Addarkawi dikenakan larangan mengajar dengan kesalahan yang dicari-cari. Pada 1938, la hadir dalam rapat umum di Bukittinggi untuk menentang Ordonansi Kawin Bercatat. Pada April 1940, Rahmah menghadiri undangan Kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh di Kotaraja. Aceh. la dipandang oleh ulama Aceh sebagai ulama perempuan terkemuka di pulau Sumatra Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Setelah mendapatkan berita proklamasi kemerdekaan langsung dari Ketua Cao Sangs In Muhammad Sjafiri, Rahmah segera mengerek bendera Merah Putih di halaman perguruan Diniyah Puteri. la tercatat sebagal orang yang pertama kali mengibarkan bendera Merah Putih di Sumatra Barat. Berita bahwa bendera Merah Putih berkobar di sekolahnya menjalar ke seluruh pelosok kota dan luar daerah. Menjadi Perempuan Pertama Bergelar Syekhah’ Pada Juni 1957, Rahmah berangkat ke Timur Tengah. Usai menunaikan ibadah haji la mengunjungi Mesir memenuhi undangan Imam Besar Al-Azhar. Dalam satu Sidang Senat Luar Biasa, Rahmah mendapat gelar kehormatan Syekhah’ dari Universitas Al-Azhar. Itu untuk pertama kalinya Al-Azhar memberi gelar kehormatan syekh pada perempuan. Hamka mencatat, Diniyah Puteri mempengaruhi pimpinan Al-Azhar untuk membuka Kulliyah Lil Banat, bagian Universitas Al- Azhar yang dikhususkan untuk putri pada 1962. Hadirnya sosok Rahmah adalah refleksi ideal seorang muslimah untuk setiap zaman. la adalah pejuang yang memiliki cita-cita tinggi. progresif, dan visioner. la berharap kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat tak hanya sebagai istri yang akan melahirkan anak atau keturunan, juga terangkatnya derajat kaum perempuan ke tempat yang lebih proporsional. Rahmah membuktikan bahwa perempuan mampu memberi peran dan kontribusi terhadap peradaban. Dia harus mengerti hak dan kewajibannya sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu, dan sebagai anggota masyarakat. Kaum perempuan harus dapat menjalankan peranannya sebagaimana yang telah digariskan oleh agama Islam. Semuanya harus melalui pendidikan dan pengajaran. Perempuan harus terus belajar dan berupaya untuk memahami persoalan yang ada di sekitarnya. Selama mereka masih berada dalam kebodohan, nasibnya tak akan berubah. Karena itu Rahmah berpendapat, perempuan harus mendapatkan akses pendidikan yang sama sebagaimana kaum laki-laki. Hak untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan antara laki-laki dan perempuan adalah setara. Dari kisah kehidupannya dapat disimpulkan bahwa Rahmah El Yunusiyah merupakan sosok pejuang perempuan dengan motivasi yang tinggi dan pantang menyerah dalam memperjuangkan pendidikan kaumnya. Perjuangannya berjuang berdasarkan ide-ide yang ia yakini bersumber dari ajaran Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah. Rahmah El Yunuslyah adalah tokoh ulama perempuan Nusantara yang telah jelas melakukan perjuangan dalam pendidikan perempuan Dengan menelaah pemikiran pembaharuannya dapat memberi gambaran bahwa perempuan juga dapat berkiprah dalam ranah publik dan lingkungan sosial tanpa meninggalkan tugas pokoknya sebagai istri maupun ibu. Menjelang Wafatnya Pada 1964, Rahmah menjalani operasi tumor payudara di RS Pirngadi, Medan. Pada Desember 1967, Rahmah berkunjung ke Jakarta untuk terakhir dalam rangka pembentukan Dewan Kurator Perguruan Tinggi Diniyah Puteri. Pada Juli 1968, dengan kondisi fisik yang semakin lemah, Rahmah berangkat menuju Kelantan ditemani keponakannya Isnaniah Saleh. Rahmah menemui alumni Diniyah Puteri di beberapa negara bagian Malaysia didampingi Datin Sakinah, alumni Diniyah Puteri asal Perak yang tinggal di Kelantan bersama suaminya, Datok Mohammad Asri yang merupakan menteri besar Kelantan. Mereka menyinggahi Penang, Perak, Kuala Terengganu, dan Kuala Lumpur. Namun, dalam kunjungannya yang ketiga dan terakhir ke Malaysia itu, ia tidak dapat bicara banyak karena kesehatannya yang semakin menurun. Perjuangan seorang Rahmah El Yumusiyah dalam memajukan pendidikan kaumnya adalah perjuangan yang menuntut konsistensi tingkat tinggi. Walau menderita penyakit cukup berat, sehari menjelang ajalnya ia masih sempat menemui Gubernur Sumatra Barat waktu itu Harun Zain, berharap pemerintah memperhatikan sekolahnya. Dalam pertemuannya dengan Harun Zain, ia mengatakan, “Pak Gubernur, napas ini sudah hampir habis, rasanya sudah sampai di leher. Tolonglah Pak Gubernur Sekolah Diniyah Puteri dilihat-lihat dan diperhatikan.” Keesokan harinya setelah selesai mengambil air wudhu untuk shalat Magrib, ia kembali kepada Sang Pencipta, la wafat pada 26 Februari 1969, dalam usia 69 tahun, Jenazahnya dimakamkan di pekuburan keluarga yang terletak di samping rumahnya di sisi barat Asrama Diniyah Puteri yang beliau dirikan. Setelah Rahmah wafat, kepemimpinan Diniyah Puteri dilanjutkan oleh Isnaniah Saleh sampai 1990. Saat ini, Diniyah Puteri dipimpin oleh Fauziah Fauzan sejak September 2006. Sumber Ensiklopedi Ulama Nusantara
KH Ahmad Yasin Gedongan adalah ulama NU. LADUNI.ID. Sabtu, 27 November 2021 Senin, 15 Muharaam 1443 H; Bersuci; Shalat; Puasa; ZIS; Haji Umroh
Daftar Isi 1. Riwayat Hidup dan Riwayat Wafat 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Guru-guru 3. Kisah Teguh dalam Memiliki semangat yang Istiqomah dalam Ibadah 4. Mengasuh Pesantren 5. Referensi 1. Riwayat Hidup LahirKH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj, akrab dipanggil Buya Ja’far oleh para santrinya lahir di komplek Pondok Pesantren Kempek Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon pada tanggal 1 Juni 1951, beliau merupakan anak sulung dari 5 bersaudara pasangan KH. Aqil Siroj Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon dengan Ny. Hj. Afifah Harun, putri pendiri Pondok Pesantren Kempek, KH. Harun Abdul antara saudara-saudara beliau adalah KH. Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU Masa Khidmah 2010-2021, KH. Muhammad Mushtofa Aqil Siroj, KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj KH. Niamillh Aqil Siroj. Riwayat KeluargaKH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj menyempurnakan separuh agamanya dengan menikahi Ibu Ny. Hj. Daimah binti KH. Nashir Abu Bakar yang merupakan sepupu beliau dari jalur ibu, dari pernikahan ini beliau dikaruniai putra dan putra yang kelak menjadi penerusnya, yakni Ny. Hj. Tho’atillah Ja’far KH. Ahmad Zaeni Dahlan, Lc., Izzat Muhammad Abir Azra Larasati KH. Muhammad bin Ja’far Ny. Najhah Barnamij binti KH. Bisyri Imam Gedongan Ummu Aiman Ja’far KH. Ahmad Nahdli bin Ja’far Ny. Upi Diana Sari, Kaliwungu Aqilah Ja’far Ust. Ashif Shofiyullah, Hamid bin Ja’far NasabBerdasarkan silsilah nasab KH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj, beliau masih merupakan dzurriyah Rasullullah yang ke-32 dengan urutan nasabnya sebagai berikut Nabi Muhammad SAW Fatimah Az-Zahra Al-Imam Sayyidina Hussain Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Muhammad Al Baqir bin Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid Isa Naqib Ar-Rumi bin Ahmad al-Muhajir bin Sayyid Al-Imam Ubaidillah bin Sayyid Alawi Awwal bin Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin Sayyid Alawi Ats-Tsani bin Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin Muhammad Sohib Mirbath Hadhramaut Sayyid Alawi Ammil Faqih Hadhramaut bin Sayyid Amir Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad, India bin Sayyid Abdullah Al-’Azhomatul Khan bin Sayyid Ahmad Shah Jalal Ahmad Jalaludin Al-Khan bin Sayyid Syaikh Jumadil Qubro Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein bin Sayyid Ali Nuruddin Al-Khan Ali Nurul Alam Sayyid Umdatuddin Abdullah Al-Khan bin Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Pangeran Pasarean Pangeran Muhammad Tajul Arifin Pangeran Dipati Anom Pangeran Suwarga atau Pangeran Dalem Arya Cirebon Pangeran Wirasutajaya Adik Kadung Panembahan Ratu Pangeran Sutajaya Sedo Ing Demung Pangeran Nata Manggala Pangeran Dalem Anom Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak Pangeran Kebon Agung Pangeran Sutajaya V Pangeran Senopati Pangeran Bagus Pangeran Punjul Raden Bagus atau Pangeran Penghulu Kasepuhan Raden Ali Raden Muriddin KH. Raden Nuruddin KH. Murtasim Kakak dari KH Muta’ad leluhur pesantren Benda Kerep dan Buntet KH. Said Pendiri Pesantren Gedongan KH. Siradj KH. Aqil KH. Ja’far Shodiq WafatKH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj kembali keharibaanAllah SWT pada hari Selasa tanggal 1 April 2014 atau bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Akhir 1435 H pukul WIB, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto Jakarta karena sakit. 2. Sanad Ilmu dan Pendidikan PendidikanKH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj mengawali pendidikannya dengan mengaji di Pondok Pesantren Kempek sampai mengkhatamkan Al-Qur’an kepada paman beliau, KH. Umar Sholeh dan Alfiyah Ibn Malik dibawah bimbingan ayahanda beliau langsung yakni, KH. Aqil Siroj, kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren seperti Pondok Pesantren Lirboyo 3 Tahun Pondok Pesantren Sarang 1 Tahun Pondok Pesantren Tanggir 3 Tahun Ngaji Pasaran Ngalap Berkah di Ponpes Mranggen, Salatiga, Kaliwungu dan ponpes lain di Jawa Timur Guru-guru KH. Aqil Siroj Kempek KH. Umar Sholeh Kempek KH. Mahrus Ali Lirboyo KH. Marzuki Dahlan Lirboyo 3. Kisah Teladan Teguh dalam pendirianSetelah ayahanda, Kyai Haji Aqiel Siroj berpulang ke Rahmatullah, kepemimpinan pesantren diambil alih olehnya, sebagai anak yang pertama beliau memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengasuh Pondok Pesantren KHAS dulu MTM dan terlebih lagi keluarga. Hal ini sesuai dengan dawuh adiknya, yakni Romo Kyai Haji Musthofa Aqielالولد الاكبر فى منزلة الاPutra sulung itu kedudukannya seperti BapakDalam menjalani amanat tersebut, Buya Ja’far adalah sosok yang tegas dalam memilih. Ia tidak berbelit-belit dan bila sudah berkata A beliau akan tetap dalam keteguhanya mengatakan A. Memiliki semangat yang tinggiBuya Ja’far juga dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat yang tinggi dalam hidup dan seorang pekerja keras. Beliau pernah berpesan pada santrinya agar terus bekerja keras untuk mengejar cita-citanya. “Jangan berharap sukses jika tidak mau capek dan lelah,” pesan Buya Ja’far pada santri-santrinya. Semangat ini juga lah yang membawa pesantren KHAS Kempek di tangan beliau mengalami kemajuan pesat, hingga menghasilkan banyak perkembangan. Di antara perkembangan tersebut adalah sebagai berikut Pada tahun 1996, ponpes KHAS Kempek yang waktu itu masih bernama Majelis Tarbiyatul Mubtadiien membuka sekolah MTs Terbuka untuk mengikuti tuntutan perkembangan zaman, yakni wajib belajar formal 9 tahun kala itu. Dan pada tahun 2002, sekolah terbuka tersebut resmi menjadi MTs KHAS Kempek. Setelah itu, dibangun pula MA KHAS Kempek pada tahun 2003 dan SMP KHAS Kempek pada tahun 2009. Pada awalnya, pesantren Kempek didirikan khusus untuk para santri yang fokus mengkaji kitab kuning. Akan tetapi kalau zaman sekarang pondok pesantren masih seperti itu, maka kemungkinan besar minat santri untuk belajar di Kempek akan semakin berkurang karena disamping santri yang notabanenya adalah mengkaji kitab kuning juga harus mengikuti perkembangan dari inisiatif itulah, Abuya Ja’far mereformasi untuk kegemilangan pesantren Kempek dengan menambahkan kurikulum wajib belajar formal. JujurDawuh beliau yang populer adalah “Santri aja bulit, aja menang dewek”. Santri jangan curang, jangan menang ini jarang dimiliki oleh orang lain. Sampai orang terdekatnya pun mengakui bahwa beliau adalah sosok yang sangat jujur. Saking jujurnya beliau tak pernah sembarangan dalam mengatur keuangan. Uang pondok yang dipegang oleh beliau sangat rapih dan tertib tak pernah disatukan dengan uang milik pribadinya, agar lebih berhati hati dalam menggunakan hak milik sendiri. KH. Muh. Musthofa Aqiel pernah menyebutkan hadis Nabi yang berbunyiعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ اِلَى الْبِرِّ اِنَّ الْبِرِّيَهْدِيْ اِلَى الْجَنَّةِ رواه البخارى ومسلمArtinya “Hendaknya kamu selalu jujur karena kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu akan membawa ke dalam surga.” HR. Bukhari dan MuslimDan oleh karena itu, Kang Muh yakin Bahwa Buya Ja’far adalah dari penduduk surga. Istiqamah dalam ibadah“Isun bli bisa niru istiqomahe buya Ja’far,” Begitulah pernyataan dari KH. Muh. Musthofa Aqiel saat menggambarkan sosok Buya Ja’far yang sangat istikamah dalam beribadah, termasuk sholat tahajud. Waktu selalu beliau jadwal dan dilakukan dengan istikamah. Setiap jam 11 malam beliau istirahat dan jam 3 pagi bangun, lalu beliau sholat tahajjud dengan tak lupa mendoakan santri santrinya agar di-futuh-kan hatinya dan diberkahi hidupnya. Setiap setelah shalat Shubuh berjama’ah, Buya Ja’far juga sangat istikamah membaca 1000 kali shalawat kepada Nabi Muhammad bersama santri-santrinya. Hal ini merupakan salah satu keistikamahan beliau yang sangat terkenang di hati para santrinya. Terlebih Buya Ja’far pernah dawuh ”Dengan rajin bersholawat, yang kita usahakan dan cita-citakan, insyaallah akan tercapai.” 4. Pengabdian Mengasuh PesantrenSetelah ayahanda beliau wafat, KH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj diberi amanah untuk melanjutkan estafet kepemimpinan pesantren yang pada saat itu masih bernama Majlis Tarbiyatul Mubtadiin MTM yang masih merupakan satu kesatuan dengan Pondok Pesantren Kempek. Di mana seiring berjalannya waktu kemudian menjadi Pondok Pesantren KHAS Kempek, Dan untuk menaungi MTM ini, beliau bersama adik-adiknya yakni Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum PBNU Th. 2010-2021, KH. Moh. Musthofa Aqil Siroj, Al-Maghfurlah KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj dan KH. Ni’amillah Aqil Siroj, kemudian pada tahun 1995 mendirikan Yayasan Kyai Haji Siroj KHAS dalam perkembangan selanjutnya sekarang Yayasan tersebut memiliki beberapa unit pendidikan yakni Madrasah Tahdzibul Mutsaqofien MTM Putra dan Putri Madrasah Tsanawiyah MTsS KHAS Kempek, tahun 2002 Madrasah Aliyah MAS KHAS Kempek, tahun 2003 Sekolah Menengah Pertama SMP S KHAS Kempek, tahun 2009 Majlis Dirosah Ilmiah Al-Ghadier, tahun 2009 Sekolah Menengak Kejuruan SMK KHAS Kempek Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIKES KHAS Kempek Sekolah Tinggi Agama Islam STAI KHAS Kempek Di samping kesibukan KH. Ja’far Shodiq dalam mengasuh dan mengembangkan pesantrennya, beliau juga turut aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan, sosial maupun politik, hal ini salah satunya dibuktikan dengan kesuksesan beliau dalam menyelenggarakan dan menjadi tuan rumah MUNAS Alim Ulama dan KONBES NU pada tahun 2012 dan beberapa jabatan yang diamanahkan kepada beliau hingga ahir hayatnya, diantaranya Pengasuh Majlis Tarbiyatul Mubtadiin Pon. Pes. KHAS Kempek Ketua Yayasan KHAS Ketua MUI kabupaten Cirebon Wakil Rais Syuriah Jawa Barat 5. Referensiarifagus trisno, nim. 10120098 (2015) biografi kh. sahal mahfudh (1937-2014 m). skripsi thesis, universitas islam negeri sunan kalijaga. sejarah pondok pesantren al falah gedongan, baki, sukoharjo, jawa tengah (2006 kiprah said tuhuleley dalam pemberdayaan masyarakat di muhammadiyah 2005-2015 m. skripsi thesis, uin sunan kalijaga
Daftar Isi Profil KH. Abu Bakar Shofwan Gedongan1. Kelahiran2. Wafat3. Keluarga4. Pendidikan5. Menjadi Pengasuh pesantren6. TeladanKelahiranKH. Abu Bakar Shofwan atau yang kerap disapa dengan panggilan Kiai Abu lahir pada tahun 1942, di desa Pejomblangan Kedungwuni Pekalongan. Beliau merupakan putra dari H. Shofwan Hj. Timu binti Ahmad Jaiz Kudus yang merupakan keturunan dari Sunan beliau dari jalur ayah merupakan saudara dari KH. Khalil Bangkalan. Nasab beliau diantaranya, H. Shofwan bin Muharrir bin Muhamad bin Ahmad Prawiro bin Ahsan Prawiro bin Ahmad Prawiro bin Ahmad Abu wafat pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul di RS Gunung Jati Cirebon. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman umum Gedongan tidak jauh dari makam KH. Muhamad Sa’ tahun 1969, Kiai Abu dijodohkan oleh KH. Mahrus Ali dengan Nyai Zaenab binti KH. Siradj, yaitu cucu dari KH. Muhamad Sa’id pendiri Pondok Pesantren Gedongan. Pernikahannya dengan Nyai Zaenab, Kiai Abu tidak dikaruniai Kiai Abu menikah kembali dengan Nyai Umul Banin binti H. Sanusi. Buah dari pernikahannya, beliau dikarunia tiga orang putra-putri. Anak-anak beliau diantaranya, Minnatul Maula lahir 1993, Abdul Wahhab lahir 1996, dan Ayu Fitriyah lahir 2001.PendidikanPada tahun 1949, Kiai Abu mulai masuk Sekolah Rakyat dan telah berhasil mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an 30 juz binadzar dihadapan ayahnya. Setelah itu beliau melanjutkan mengaji pada Kiai Syarif Pekalongan. Setelah mengkhatamkan al-Qur’an pada Kiai Syarif, pada tahun 1953 Kiai Abu mulai menghafal al-Qur’an di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah dibawah bimbingan Kiai Badawi dan selesai pada tahun Kiai Abu melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lirboyo yang saat itu diasuh oleh KH. Mahrus pesantrenSejarah pendirian Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 tidak terlepas dari kaitannya dengan Pondok Pesantren Gedongan yang telah dirintis oleh KH. Muhamad Said pada pertengahan abad awal didirikan, pondok pesantren ini adalah pesantren yang mengajarkan kitab-kitab salaf. Namun setelah KH. Abu Bakar Shofwan memperistri cucu KH. Muhamad Said yakni Nyai Hj. Zaenab binti KH. Siroj, ada warna baru dalam tradisi keilmuan Pondok Pesantren itu, Kiai Abu berinisiatif untuk mengambil adik perempuannya yakni Nyai Khadijah untuk dididik menghafal al-Qur’ saat itu kondisi Gedongan masih sangat sepi, geliat kegiatan keagamaan masyarakat pun belum terlalu terlihat, meskipun memang telah ada kegiatan pengajian kitab-kitab yang dibacakan oleh beberapa guru. Pada tahun 1973, Nyai Khadijah berhasil mengkhatamkan hafalan 30 juz Al-Qur’ Nyai Khadijah langsung membuat masyarakat terkesima lalu berbondong-bondong menitipkan putra-putrinya kepada Kiai Abu untuk dididik menjadi penghafal al-Qur’an. Melihat santri yang semakin banyak Kiai Abu membangun sebuah bangunan pesantren untuk menampung putra ditempatkan di langgar sedangkan santri putri ditempatkan di dalam pesantren. Seiring perkembangan jumlah santri yang terus meningkat, Kiai Abu kemudian membangun satu lokal tambahan berdekatan dengan bangunan pertama. Saat ini kedua bangunan tersebut digunakan sebagai asrama Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz II asuhan cucu Nyai Kiai Abu wafat, Madrastul Huffadz I diasuh oleh Nyai Umul Banin yakni isteri Kiai Abu. Pada awalnya bangunan yang berada di belakang rumah Nyai Umul Banin tidak diniatkan untuk membangun pesantren. Kiai Abu hanya berniat membangun 3 kamar untuk ketiga anaknya. Namun setelah dimusyawarahkan, bangunan tersebut kemudian difungsikan sebagai asrama santri Madrasatul Huffadz I. Lantai satu ditempati oleh santri putra sedangkan lantai dua ditempati oleh santri santri putra dan putri disekat oleh tembok pembatas, sehingga meskipun berada di dalam bangunan yang sama santri putra dan putri tetap terpisah. Hingga saat ini Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz I telah melahirkan ratusan alumni penghafal al-Qur’an yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia bahkan hingga ke negeri itu, menurut kesaksian KH. Aqil Siradj, Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 merupakan pesantren tahfizh pertama di Abu dimata masyarakat Gedongan adalah Kiai yang bersahaja dan dekat dengan rakyat, beliau juga dikenal sebagai Kiai yang dermawan, atau orang dusun Gedongan menyebutnya dengan istilah “Kiai Loman”. Banyak orang Gedongan yang sangat menykai Kiai Abu terutamanya orang-orang yang sering bersentuhan dengan beliau seperti tukang becak, tukang nangunan dan lain sebagainya.
Arizamroni mochammad (2021) Peranan KH Sholeh Qosim dalam memajukan Pondok Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah di Ngelom Taman Sidoarjo Tahun 2000-2018 M. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. Arkiang, Adis Vani Putri (2021) Perancangan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kota Kupang dengan Pendekatan Kanonik.Sejarah Friday, 15 Apr 2022, 2136 WIB Keterangan Peziarah membaca tahlil di makam Pendiri Pondok Pesantren GedonganSumber Cirebon, Jawa Barat, Pesantren Gedongan salah satu pesantren tua yang mempunyai pengaruh besar dalam perjalanan sejarah masyarakat Cirebon sejak berdirinya hingga kini. Dari pondok ini lahir-lahir ulama-ulama besar Nusantara dan tokoh-tokoh publik lainnya. Kerabat-kerabat dari keluargan pesantren ini kelak menjadi orang penting seperti Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU KH. Said Aqil Siraj dan KH. Mahrus Ali yang kelak menjadi pendiri Pondok Pesantren ini terletak di 15 kilometer dari Pusa Kota Cirebon, tepatnya di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon. Pesantren tersebut telah eksis lebih kurang lebih tiga abad. Meskipun zaman terus berkembang, Pondok Gedongan tak habis ditelan waktu. Santri-santri dari penjuru Indonesia terus berdatangan setiap tahunnya untuk belajar agama. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Moderasi Islam, nilai-nila kesederhanaan adalah warisan para ulama yang tetap dlestarikan hingga kini. Itu juga warisan dari sosok pendiri Pondok Gedongan Kiai Muhammad Said. Ia salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Cirebon. Menurut buku Meneguhkan Islam Nusantara, Biografi Pemikiran & Kiprah Kebangsaan Prof. Dr. KH Said Aqil Siraj Kiai Said menyebarkan moderasi Islam sebagaimana ajaran Walisongo. Kiai Said adalah tokoh yang berani membabat alas di sebuah dusun yang gelap di tengah hutan. Ia dengan sabar memoles dusun tersebut menjadi pusat pendidikan Islam. Maka dari itu, sosoknya sangat dikenal di daerah tersebut secara khusus dan kawasan Cirebon pada Said yang juga keturunan dari Sunan Gunung Jati mempiliki pemikiran terbuka akan segala perbedaan. Dia bukan tokoh yang kaku karena penguasaannya terhadap bermacam madzhab.. Oleh karena itu, dalam buku tersebut disebutkan bahwa Pondok Pesantren Gedongan salah satu di antara pusat pendidikan Islam yang mampu menguatkan tradisi Islam berdampingan dengan tradisi dari historyofcirebon, Kiai Said hidup sekitar 1800-an. Namun tak ada kepastian yang menerangkan tentang kapan Kiai Said dilahirkan di Desa Pesawahan Sidanglaut Cirebon. Kedatangan Kiai Said ke Gedongan juga terjadi berbagai versi. Ada yang menyebutkan ingin menghindari kejaran dari penjajan Belanda karena terlinat pemberontakan dengan yang digagas Kesultanan Cirebon dan Bagus Rangin. Adapula yang menyebutkan Kiai Said memang sengaja datang untuk menyebarkan Islam secara luas di kawasan penuturan para Kiai gedongan kepergiannya ke Gedongan disebutkan atas izin keluarga Sultan Kasepuhan Cirebon. Di sana Kiai Said diperbolehkan menempati tanah hutan sebagai tempat pengasingan karena tanah tersebut milik ayahnya. Ia bersama Istri, Nyai Memunah dan beberapa santi dengan total 24 orang menempati tanah tersebut yang kelak menjadi pesantren berpengaruh. pesantrengedongan pesantrentua moderasiislamcirebon sejarahcirebon islamdicirebon Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini Jurnalis dan pernah nyantri
Етεν псоклωр дриእи
Бኼн в
Էሑεне ዡκυщխվ
Чևճ ρовιн браֆоз
Аչиյ եኟ
Υпсыգθሱаψ էγаጣаዳዬፅጄ
Шաврወ иւопс δавու
Лаչο ሷωврሬтαсոպ դዣтዴм
Խзиգу պ ςе
Նωжዴ чуቺዓфо σыδ
Τяዑатвե щ
Вι օλиπицухиж
Sejarahpendirian Pondok Pesantren Madrasatul Huffadz 1 tidak terlepas dari kaitannya dengan Pondok Pesantren Gedongan yang telah dirintis oleh KH. Muhamad Said pada pertengahan abad ke-18. Sejak awal didirikan, pondok pesantren ini adalah pesantren yang mengajarkan kitab-kitab salaf. Namun setelah KH. Abu Bakar Shofwan memperistri cucu KH.
SaidAqil Siradj dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan (Khalista: 2015). Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Kiai Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH.HasyimMuzadi. Sementara KH. Muhaimin Zen bertanggung jawab melakukan kerjasama musabaqoh tilawatul Qur'an dengan Iran. Berikut ini sumber foto kunjungan delegasi PBNU yang di pimpin Said Agil Siraj (SAS) saat berkunjung ke negeri Persia Republik Iran beraqidah syiah yang senantiasa dipuji dan dibela oleh SAS di berbagai tempat dan kesempatan.
MengenalLebih Dekat Sosok KH Said Aqil Sirodj Islampres.com. 7/01/2018 12:54:00 AM Biografi Ulama,NU Biografi Ulama,NU
diasuhKH Chumaidi Thoha (sanad dr mbah Arwani) dan Nyai Ist'anah, Kauman Mangkangwetan Tugu Semarang. 51. pon pes putra/putri al ishlah alamat: sidasari,kubangkangkung,kawunganten,cilacap jateng 53253 kitab& al qur'an,pendiri KH MUSHLIHUDIN AF.
Said mendirikan Pesantren Gedongan (Ender, Astanajapura) dan KH. Saleh mendirikan Pesantren Bendakerep (Kota Cirebon). Sifat-sifat beliau antara lain rendah hati tetapi berani dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan, lapang dada dan berpandangan jauh ke depan, berfikiran tajam, bijaksana, pemurah, suka menolong, dan pemaaf K. Abdul Jamil H47c.